Tugas 1 ( DAMPAK PENAMBANGAN BATU KAPUR TERHADAP LINGKUNGAN DI KECAMATAN NUSA PENIDA )
Nama : ALDO FAJAR RINOFA
NPM : 30414759
Kelas : 3ID12
DAMPAK PENAMBANGAN
BATU KAPUR TERHADAP
LINGKUNGAN
DI KECAMATAN NUSA PENIDA
Oleh
I
Gede Algunadi
Ida Bagus Made Astawa, Sutarjo *) Jurusan Pendidikan
Geografi, Undiksha Singaraja
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Nusa Penida dengan
tujuan untuk: (1) mendeskripsikan karakteristik kegiatan penambangan batu kapur
di Kecamatan Nusa Penida, (2) mengetahui dampak penambangan batu kapur terhadap
lingkungan abiotik yang ditimbulkan di Kecamatan Nusa Penida, (3) mengetahui
upaya yang telah dilakukan masyarakat dalam usaha perbaikan dampak penambngan
batu kapur di Kecamtan Nusa Penida. Berkenaan dengan itu penelitian dirancang
sebaga penelitian deskriptif, dengan sampel sejumlah
54 orang (40%) dari populasi yang berjumlah 108 orang yang diambil secara proportional random sampling. Data dikumpulkan melalui
observasi dan kuesioner yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptitif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) karakteristik kegiatan penambangan batu kapur
di Kecamatan Nusa Penida secara umum tergolong belum intensif dilakukan dilihat
dari intensitas penambangan, perlengkapan alat yang digunakan, kepemilikan
lokasi penggalian 72,2% milik sendiri, alat angkut yang digunakan 68,5% berupa
pickup, nilai ekonomis dan pemasaran tergolong masih sangat rendah, (2) dampak
penambangan batu kapur terhadap lingkungan abiotik yang ditimbulkan di
Kecamatan Nusa Penida tergolong masih rendah dilihat dari kedalaman dan luas
penggalian rata-rata hanya 4 m, (3) upaya yang telah
dilakukan masyarakat dalam usaha perbaikan dampak penambngan batu kapur di
Kecamatan Nusa Penida terhadap kondisi morfologi 70,4% terkadang melakukan
reklamasi.
ABSTRACT
The research was conducted at Nusa Penida district for the
purpose of: (1) describe the characteristics of limestone mining operations at
Nusa Penida district, (2) determine the impact of limestone mining for abiotic
environment posed Nusa Penida in the district, (3) know the effort that has
been made public in an effort to repair the effects penambngan Kecamtan limestone
in Nusa Penida. With regard to the research designed sebaga descriptive study,
with a sample of 54 people (40%) of the population of 108 people taken by
proportional random sampling. Data were collected through observation and
questionnaires were then analyzed using qualitative methods deskriptitif. The
results showed that (1) the characteristics of limestone mining operations in
the district of Nusa Penida is generally considered yet seen from the intensity
of intensive mining, equipment tools used, ownership of the excavation site
itself
72.2% owned, used conveyance 68.5% a pickup, economic value and classified
marketing is still very low, (2) the impact of limestone mining for abiotic
environment caused at Nusa Penida district is still relatively low and wide
views of excavation depths average only 4 m, (3) the efforts that have been
made public in an effort to repair of limestone penambngan impact on Nusa
Penida district to 70.4% morphological conditions sometimes do reclamation.
Key
words: Characteristics of Mining Activities, Environmental Impact, Repair
Efforts*) Pembimbing Skripsi
PENDAHULUAN
Sumberdaya alam dan energi dimanfaatkan demi pembangunan
ekonomi bersama dengan sumberdaya manusia, sumberdaya modal, dan sumberdaya teknologi.
Sumberdaya alam dan energi dibedakan kedalam sumberdaya alam hayati, sumberdaya
alam air, sumberdaya alam energi dan sumberdaya alam non hayati. Sumberdaya
alam dan energi itu ada yang bisa diperbaharui dan ada pula yang tidak bisa
diperbaharui. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui berupa sumberdaya hayati
dan hewani sedangkan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui berupa
sumberdaya non hayati seperti barang-barang tambang.
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya,
baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Manusia bernapas memerlukan
udara dari lingkungan sekitar. Menurut UU No 32 tahun 2009, pasal 1 menyebutkan
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang memepengaruhi alam itu
sendiri baik kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Manusia dengan akal budinya mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi kondisi lingkungan hidupnya dan sebaliknya lingkungan hidup akan
memepengaruhi manusia (Suparni, 1994).
Batu kapur merupakan salah satu jenis bahan galian golongan
C yang banyak digunakan dalam proses industri maupun bangunan. Penambangan batu
kapur dilakukan di daerah yang memiliki lahan kapur yang merupakan daerah
kering. Dibidang pertambangan, pada masa yang lalu pengawasan terutama tertuju
pada keselamatan kerja para pekerja tambang dan masyarakat luar pada daerah
kegiatan tambang. Kini selain itu masalah lingkungan hidup mulai mendapat
perhatian khusus. Semua itu
mempengaruhi
masyarakat pedesaan di sekitar proyek pertambangan yang biasanya berlokasi di
daerah terpencil (Katili,1983:134).
Pemanfaatan batu kapur yang masih aktif hingga saat ini di
Kecamatan Nusa Penida terutama terdapat di Desa Suana, Kutampi dan Bunga Mekar.
Pemanfaatan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida sampai saat ini masih berjalan
sesuai kebutuhan masyarakat sekitar untuk dijadikan bahan bangunan seperti
batako dan melapisi dinding. Pemanfaatan batu kapur yang dilakukan beberapa desa
di Kecamatan Nusa Penida Nusa Penida bukan merupakan kegiatan yang baru,
kegiatannya dimulai pada tahun 1970an. Sebelum terjun sebagai penambang batu
kapur, mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah bertani. Berdasarkan
observasi awal kegiatan penambangan ini melibatkan penduduk-penduduk lokal, walaupun kegiatannya tergolong
kegiatan yang lama, lahan yang digali pun sudah mencapai puluhan are dengan
kedalaman bervariasi antara 3 - 5 meter atau lebih, itu dilihat pada saat
melakukan surve awal pada daerah penelitian.
Dengan adanya pemanfaatan batu kapur ini, akan mengurangi
pemanfaatan pasir sehingga tidak terjadi abrasi lebih lanjut, dan dengan adanya
penambangan batu kapur, keadaan ekonomi penduduk lebih baik bila dibandingkan
dengan sebelum ada penambangan. Perlu disadari bahwa kegiatan penambangan batu
kapur banyak terdapat dampak positif. Dampak positif ini belum diketahui dari
pihak luar dari Kecamatan Nusa Penida, dan kegiatan tersebut belum diketahui
secara tuntas. Pemahaman tentang fungsi ekologis dari bukit kapur sangat
dibutuhkan, sehingga dapat dipastikan bahwa di masa mendatang kawasan kapur ini
akan ada pengolahan batu kapur lebih lanjut guna untuk pemanfaatan sumberdaya
lingkungan.
Selain menimbulkan dampak positif perlu disadari bahwa
kegiatan penambangan batu kapur juga banyak menimbulkan dampak negatif utamanya
menyangkut kelestarian lingkungan. Dampak negatif yang umum terjadi akibat
penambangan batu kapur diantaranya terbentuknya lereng-lereng terjal yang sangat membahayakan para
penambang, polusi udara, banyak lahan terbuka, tanah yang berdebu dan berpasir,
galian material yang terserak dimana-mana, lubang-lubang yang menganga, hiruk pikuk buruh
tambang, udara kotor akibat prosesing serta jalan-jalan
yang dilintasi
para pengangkut tambang jadi cepat rusak akibat kelebihan beban
secara
tuntas, dan sebelum resiko terhadap lingkungan memburuk dan berkelanjutan maka
diperlukan beberapa alternatif untuk pemecahannya. Pemahaman tentang fungsi
ekologis dari bukit kapur sangat dibutuhkan, sehingga dapat dipastikan bahwa di
masa mendatang kawasan kapur tidak terancam. Berdasarkan latar belakang di
atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “ Analisis Dampak
Penambangan Batu Kapur terhadap Lingkungan di Kecamatan Nusa Penida”.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian merupakan landasan yang menjadi acuan
dalam menyusun kerangka umum cara melaksanakan penelitian. Dalam penelitian
ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian
deskriptif, untuk mendeskripsikan permasalahan yang ada dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah aktivitas penambangan
batu kapur di 3 desa di Kecamatan Nusa Penida yaitu : Desa Suana, Desa Kutampi
dan Bunga Mekar, yang hingga sampai pada analisis terhadap dampak yang
ditimbulkan. Subjek penelitian adalah para penambang batu kapur, dan daerah
penambangan yang terdapat pada 3 daerah, yaitu Desa Suana, Kutampi dan Bunga
mekar di Kecamatan Nusa Penida yang selanjutnya dijadikan populasi.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Jumlah
populasi dalam penambangan batu kapur yaitu 108, kemudian akan diambil 40% dari
jumlah populasi dan dalam menentukan besarnya sampel secara, “proportional random sampling”
(Arikunto,
1986:78). Penelitian ini menggunakan rancangan analisis deskriptif yaitu
pengumpulan data untuk memberikan penegasan pada suatu konsep yang telah
dikemukakan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi, data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama
secara langsung dari responden (objek penelitian), sedangkan data sekunder
dikumpulkan dari orang kedua atau didapatkan dari kantor yang bersangkutan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Nusa Penida adalah salah satu kecamatan yang termasuk
wilayah Kabupaten Klungkung yang secara astronomis terletak antara 08°49’00”LS-
08°42’00”LS dan
115˚27’30’’BT - 115°38’00’’BT. Hasil penelitian yang dilakukan
pada delapan (8) titik penambangan di 3 desa yaitu Desa Suana, Desa Kutampi,
Desa Bunga Mekar dapat dideskripsikan kegiatan penambangan batu kapur dilakukan
hampir setiap hari mulai dari pagi sekitar pukul 09.00 sampai sore hari sekitar
pukul 15.00, kegiatan penambangan tidak hanya dilakukan pada musim kemarau,
tetapi pada musim hujanpun kegiatan penambangan tetap berlangsung. Sebagian besar
(51,8%) penambang melakukan penambangan setiap hari. Hal tersebut dijumpai
hampir di semua titik penambangan, kecuali pada titik 4 dan 6 di Desa Kutampi
serta di titik 7 di Desa Bunga Mekar. Intensitas penambangan yang terendah
dijumpai pada titik 7 di Desa Bunga mekar. Pada titik 7 di Desa Bunga Mekar ini
intensitas penambangannya justru kurang dari 5 kali dalam seminggu.
Berdasarkan apa yang dikemukan menunjukan bahwa intensitas
penambangan secara umum di Kecamatan Nusa Penida belum begitu intensif karena
aktivitas penambangan yang dilakukan penambang dengan intensitas kurang dari
hampir mencapai 50%. Aktivitas penambangan yang tergolong aktif hanya dijumpai
pada titik penambangan 1 (62,5%), titik 3 (100%) di Desa Suana dan pada titik 5
(75%) di Desa Kutampi. Berkenaan dengan itu, berarti hampir sebagian penambang
tidak melakukan penambangan secara beruntun pada saat musim hujan, selain
melakukan penambangan para penambang juga harus mempersiapkan lahan
pertaniannya.
Hasil observasi yang dilakukan pada saat penelitian,
penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida merupakan penambangan terbuka
dengan terlebih dahulu menghilangkan vegetasi dan mengupas tanah yang menutup
deposit batu kapur. Sistem penambangan terbuka yang diterapkan di daerah
penelitian adalah tipe teras dan tipe cekungan. Kegiatan penambangan selalu
memerlukan perlengkapan khusus baik alat mekanis maupun sederhana. Sebelum
melakukan penambangan para penambang terdahulu mempersiapkan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan
penambangan. Kegiatan penambangan di Kecamatan Nusa Penida tidak menggunakan alat-alat mekanis atau alat berat untuk
menggalinya, hanya menggunakan alat sederhana seperti : 1). Linggis ; Untuk
menggali batu kapur, 2). Palu ; Untuk memecahkan batu kapur menjadi beberapa
bagian yang lebih kecil, 3). Sekop ; Untuk memindahkan batu kapur ke dalam alat
angkut, 4). Betel ; Memiliki fungsi yang sama dengan palu yaitu untuk
memecahkan batu kapur menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, 5). Gerobak ;
Merupakan
alat angkut tradisional yang digunakan untuk mengangkut tanah penutup batu
kapur ke sekitar lokasi tambang yang dianggap aman.
Penambang hanya mengguakan peralatan sederhana dalam
melakukan penambangan. Kegiatan penambangan itu 100% menggunakan peralatan yang
sederhana. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan biaya yang dikeluarkan para
penambang. Walaupun demikian dampak yang dihasilkan dari penggunaan alat
sederhana itu berbeda dengan menggunakan alat-alat mekanis lainnya, dampak yang
dihasilkan dari alat sederhana tersebut sama-sama merusak lingkungan.
Dalam kegiatan penambangan sangat dipengaruhi oleh
kepemilikan lokasi penggalian, apakah milik sendiri/pribadi, nyewa ataupun
milik umum. Lokasi penggalian milik umum yang dimaksud adalah penambang
melakukan penambangan batu kapur di lahan atau lokasi yang merupakan milik desa
setempat, kemudian penambang membagi hasil yang telah didapat dengan desa yang
bersangkutan. Sebagian besar (72,2%) kepemilikan lokasi penggalian batu kapur
itu merupakan ladang atau tegalan milik sendiri. Hal tersebut dijumpai hampir
di semua titik penambangan kecuali pada titik 2 (25%) di Desa Suana serta titik
7 (57,1%) di Desa Bunga Mekar. Kepemilikan lokasi penggalian yang terendah
dijumpai pada titik penambangan 2 di Desa Suana. Pada titik 2 di Desa Suana ini
lokasi penggalian justru merupakan sebagian besar milik umum (50%).
Berdasarkan apa yang dikemukan menunjukan bahwa kepemilikan
lokasi penggalian secara umum di Kecamatan Nusa Penida merupakan milik sendiri.
Dalam proses penambangan batu kapur, setelah digali langsung dapat digunakan
sesuai kepentingan konsumen pada setiap titik penambangan. Lokasi penggalian
milik umum yang dimaksud adalah penambang melakukan penambangan batu kapur di
lahan atau lokasi yang merupakan milik desa setempat, kemudian penambang
membagi hasil yang telah didapat dengan desa yang bersangkutan.
Hasil penelitian yang dilakukan di lokasi penambangan, alat
angkut yang digunakan berupa truck dan pickup. Fungsinya untuk memindahkan
tanah penutup ke sekitar lokasi penambangan dan untuk memindahkan hasil
penambangan batu kapur. Dalam kegiatan penambangan sangat dipengaruhi oleh alat
angkut yang digunakan, apakah menggunakan truck ataupun pickup. Sebagian besar
(68,5%) penambang menggunakan pickup sebagai alat angkut yang digunakan untuk
mengangkut hasil
penambangan
batu kapur di Kecamatan Nusa Penida. Hal tersebut dijumpai hampir di semua
titik penambangan, kecuali pada titik penambangan 7 (85,7%) di Desa Bunga
Mekar. Pada titik 7 di Desa Bunga Mekar alat angkut yang digunakan berupa truck
untuk mengangkut hasil panambangan batu kapur. Berdasarkan pengangkutan
tersebut konsekuensinya jalan-jalan di sekitar lokasi tambang cepat
mengalami kerusakan. Secara keseluruhan penambang pengangkut hasil penambangan
batu kapur dilakukan menggunakan truk/pickup apabila kegiatan penambangan sudah
selesai dan ada pesanan dari konsumen.
Dalam pemanfaatannya batu kapur dapat digunakan sebagai
batako dan bubuk kapur untuk melapisi dinding. Batu kapur yang sudah diproses
dan diolah hingga memiliki niai ekonomis/nilai jual yang bisa dipasarkan di desa-desa lain di Kecamatan Nusa Penida. Pada
kegiatan penambangan batu kapur yang dilakukan di Kecamatan Nusa Penida tidak
selalu berbanding lurus dengan nilai ekonomisnya. Nilai ekonomis dari penjualan
hasil penambangan batu kapur yang dilakukan tergolong sulit untuk dihitung
karena dianggap sebagai sesuatu yang tidak menentu. Sebagian besar (57,4%)
nilai ekonomis dari hasil kegiatan penambangan di Kecamatan Nusa Penida dijual
berupa batako. Hal tersebut dijumpai hampir di semua titik penambangan di
Kecamatan Nusa Penida, kecuali pada titik penambangan 1 dan 3 di Desa Suana
serta titik 5 di Desa Kutampi. Pada titik penambangan 1 dan 3 di Desa Suana
serta titik 5 di Desa Kutampi penambang menjual hasil penambangan berupa bubuk
kapur.
Berdasarkan apa yang dikemukan menunjukan bahwa nilai
ekonomis dari hasil penambangan batu kapur secara umum di Kecamatan Nusa Penida
menjual hasil penambangan tersebut berupa batako. Hal tersebut dijumpai padada
titik 2 (62,5) di Desa Suana, titik 4 (71,4%) dan 6 (75%) di Desa Kutampi serta
titik 7 (85,7%) di Desa Bunga Mekar.
Pemasaran batu kapur hampir 60% dilakukan apabila ada
pesanan dari konsumen di Kecamatan Nusa Penida, hal tersebut diketahui menurut
penambang hampir di setiap titik penambangan pada saat penelitian. Konsumen
yang langsung datang ke lokasi penambangan untuk membeli batu kapur relatif
sedikit (40%), padahal harga batu kapur di lokasi penambangan lebih murah
dibandingkan konsumen meminta untuk mengantarkan ke tempat tinggalnya. Transportasi
pengiriman batu kapur
tergolong
cukup lancar karena tersedianya alat angkut yang memadai serta tingkat
aksesibilitas yang cukup di daerah penelitian walaupun luas jalan yang kecil.
Batu kapur hasil penambangan batu kapur hanya dijual di desa-desa yang ada di Kecamatan Nusa Penida,
tidak sampai keluar kecamatan. Batu kapur yang sudah diproses yang sering
disebut dengan bubuk kapur dapat digunakan untuk melapisi dinding. Selain
dijual hasil dari penambangan yang berupa bubuk kapur juga dimanfaatkan sabagai
batako oleh penambang.
Hasil penelitian pada 8 titik penambangan batu kapur di
Kecamatan Nusa Penida menunjukan bahwa kegiatan penambangan batu kapur pada
setiap titik penambangan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan abiotik
yang didalamnya menyangkut terhadap dampak kondisi morfologi.
Hasil observasi yang dilakukan penambangan batu kapur yang
dilakukan di Kecamatan Nusa Penida dengan menggunakan sistem penambangan
terbuka pada delapan (8) lokasi penelitian memiliki kedalaman penggalian rata-rata kedalaman penggalian batu kapur di
Kecamatan Nusa Penida 4,25 meter (m) dan rata-rata luas penggalian batu kapur 4,1 meter
persegi (m2). Pada titik penambangan 2 di Desa Suana terdapat lubang
bekas tambang yang mencapai 8 m dan luas 3 m2. Selain itu, di Desa kutampi pada titik penambangan 6
terdapat lubang bekas tambang yang mencapai kedalaman 5 m dan luas 6 m2, sehingga terdapat gorong-gorong pada bukit kapur pada titik
penambangan tersebut.
Sistem penambangan terbuka yang diterapkan di daerah
penelitian yang berupa tipe teras dan tipe cekungan membuat lahan pasca tambang
terlihat berlubang-lubang dan membentuk gorong-gorong yang besar. Sistem penambangan tipe
teras yang diterapkan menyisakan lahan pasca tambang berupa tebing-tebing batu kapur yang memiliki kedalaman rata-rata 4 meter dan luas rata-rata 4 meter. Penambangan pada titik
penambangan yang lain berupa tipe cekungan menyisakan lahan pasca tambang
berupa lubang-lubang yang menganga. Kegiatan penambangan
batu kapur yang dilakukan di Kecamatan Nusa Penida pada 8 titik penambangan rata-rata melakukan penambangan tanah penutupnya
diletakkan di sekitar areal tambang membentuk gundukan tanah di setiap titik
penambangan. Dengan dikupasnya tanah penutup, struktur dan tekstur tanah akan
mengalami kerusakan. Rusaknya struktur dan tekstur tanah menyebabkan tanah
tidak mampu untuk menyimpan dan meresap air pada musim
hujan.
Sebaliknya tanah menjadi padat dan keras pada musim kemarau sehingga sangat
sulit untuk diolah yang secara langsung berdampak bagi pemilik lahan dalam
mengolah lahannya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak yang ditimbulkan
dari kegiatan penambangan batu kapur 3 desa di Kecamatan Nusa Penida pada
beberapa aspek lingkungan abiotik, maka diperlukan upaya masyarakat untuk
memperbaiki kerusakan lingkungan abiotik yang ditimbulkan. Usaha penanggulangan
kerusakan lingkungan hidup di daratan meliputi perbaikan di daerah penambangan,
reklamasi, pengendalian erosi dan berbagai gangguan lainnya. Sebagian besar
(70,4%) penambang di Kecamatan Nusa Penida kadang-kadang melakukan dalam perbaikan pada lubang
bekas tambang. Hal tersebut dijumpai hampir di semua titik penambangan, kecuali
pada titik penambangan 6 di Desa Kutampi. Pada titik penambangan 6 di Desa
Kutampi ini sebagian besar (50%) tidak pernah melakukan reklamasi.
Berdasarkan apa yang dikemukan secara umum menunjukan bahwa
usaha perbaikan dampak penambangan di Kecamatan Nusa Penida belum begitu
dilakukan karena upaya reklamasi dari kegiatan penambangan batu kapur kurang
dari 60%. Kegiatan reklamasi sudah dilakukan tetapi belum maksimal, masyarakat
dalam hal ini adalah penambang hanya terkadang melakukan penimbunan lubang
bekas tambang dan hanya menggunakan tanah bekas galian tanpa ada usaha untuk
mendatangkan dari tempat lain. Kendala utama yang dihadapi masyarakat adalah
biaya penimbunan lahan yang banyak mengingat lahan yang ditambang cukup luas.
Masyarakat hanya menggunakan tanah galian lubang untuk menimbun tanpa ada usaha
mendatangkan dari tempat lain, dengan demikian perbukitan kapur yang identik
dengan lahannya yang gersang.
Secara teoritis dalam karakteristik kegiatan panambangan
batu kapur merupakan industri ekstraktif adalah suatu kegiatan untuk
mendapatkan barang yang dibutuhkan yang terdapat di dalam atau di permukaan
bumi maupun di bawah permukaan air laut yang akan digunakan untuk berbagai
kegiatan industri lainnya. Sukandarrumidi (1997: 84) secara umum menjelaskan
karakteristik kegiatan penambangan yang baik meliputi: penyelidikan umum,
eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, dan pemasaran.
Penyelidikan umum, eksplorasi, dan pemasaran belum menimbulkan gangguan
keseimbangan lingkungan hidup yang berarti, tetapi eksploitasi,
pengolahan/pemurnian,
dan pengangkutan dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan lingkungan hidup
yang cukup besar (Katili,1983 : 135).
Berdasarkan hasil penelitian pada 8 titik penambangan batu
kapur di Kecamatan Nusa Penida adapun beberapa indikator yang dijadikan tolak
ukur adalah : a). Intensitas Penambangan, b). Perlengkapan Alat yang Digunakan,
c). Kepemilikan lokasi Penggalian, d). Alat angkut yang digunakan, e). Nilai
Ekonomis, f). Pemasaran. Evaluasi hasil penelitian terhadap karakteristik
kegiatan penambangan batu kapur menunjukkan :
Karakteristik kegiatan penambangan batu kapur di Kecamatan
Nusa Penida dapat dilihat dari dua sisi, yaitu positif dan negatif. Sisi
positif dari kegiatan penambangan yang dilakukan di Kecamatan Nusa Penida
sebagian besar belum dilakukan setiap hari, perlengkapan alat yang digunakan
juga hampir semua penambang menggunakan alat sederhana untuk memperoleh batu
kapur, alat angkut yang digunakan sebagian besar menggunakan pickup, dan
penambangan itu dilakukan di lahan milik sendiri. Sedangkan sisi negatif dari
kegiatan penambangan yang dilakukan belum dapat meningkatkan nilai ekonomi
penduduk secara optimal dan pemasaran yang masih rendah walaupun transportsai
sudah memadai.
Kegiatan penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida
menunjukkan bahwa intensitas penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida
yang tersebar pada setiap titik penambangan termasuk tergolong belum intensif
dilakukan. Hal itu disebabkan intensitas penambangan masih kurang dari 5 hari
dalam seminggu. Selain rendahnya nilai jual hasil penambangan batu kapur,
intensitas penambangan yang juga kadang-kadang dilakukan pada musim hujan disela-sela untuk mempersiapkan lahan
pertaniannya.
Kegiatan penambangan batu kapur akan membawa dampak negatif
terhadap keadaan morfologi, tanah, udara, dan air. Sering atau tidaknya
kegiatan penambangan yang dilakukan akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya
dampak yang ditimbulkan. Semakin sering kegiatan tersebut dilakukan maka
kemungkinan membawa dampak yang tinggi terhadap kondisi lingkungan fisik akan
semakin besar. Namun sebaliknya semakin jarang kegiatan penambangan dilakukan maka
kemungkinan membawa dampak yang tinggi terhadap kondisi lingkungan fisik akan
semakin kecil.
Hasil penelitian pada 8 titik penambangan menunjukkan bahwa
penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida berdampak terhadap kondisi
kondisi morfologi. Penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida dengan
menggunakan sistem penambangan terbuka tipe teras dan tipe cekungan membuat
kondisi morfologi daerah tambang terlihat curam dan membentuk lubang yang
besar. Dengan dikupasnya tanah penutup, struktur dan tekstur tanah akan
mengalami kerusakan serta tanah yang ada di daerah penambangan sehingga merusak
lingkungan abiotik.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dampak
lingkungan abiotik yang telah ditimbulkan akibat penambangan batu kapur di
Kecamatan Nusa Penida tergolong belum masih rendah, hal tersebut terlihat pada
setiap titik penambangan tedapat lubang bekas tambang rata-rata hanya 4 meter dan luas 4 m2, sedangkan aturan yang ada kedalaman penggalian penabangan
maksimal 10 meter. Penambangan yang dilakukan di Kecamatan Nusa Penida walaupun
menyisakan lubang bekas tambang yang menganga, tetapi belum terlalu
mengahawatirkan dan belum melanggar aturan yang ada. Kegiatan penambangan
sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan, walaupun pernyataan ini tidak
selamanya benar, patut diakui bahwa banyak sekali kegiatan pertambangan yang
dapat menimbulkan kerusakan di tempat penambangan. Dampak penambangan batu
kapur di Kecamatan Nusa Penida terhadap kondisi morfologi menunjukkan bahwa
kegiatan penambangan batu kapur yang tergolong masih rendah. Kegiatan
penambangan batu kapur akan menyebabkan banyak lubang atau cekungan yang
membuat permukaan tanah menjadi tidak rata. Kegiatan penambangan maka vegetasi
penutup tanah akan dihilangkan, hal ini akan berpengaruh pada keadaan morfologi
daerah tersebut. Selain itu, keadaan udara juga menjadi kotor hal itu
disebabkan debu tambang yang dihasilkan dari kegiatan penambangan tersebut yang
nantinya akan mengakibatkan gangguan pada para penambang dan masyarakat sekitar
penambangan, seperti timbulnya beberapa jenis penyakit atau gangguan paru-paru (Supardi,1984:52).
Usaha perbaikan lingkungan di dalam pertambangan yaitu :
(1) perbaikan kembali kondisi lapisan atas tanah sedemikian rupa sehingga tidak
mudah tererosi, misalnya dengan penggarapan secara fisik serta penanaman
tumbuhan, (2) penanaman kembali lahan yang habis ditambang, dilakukan dengan
cara mengembalikan tanah penutup atau memindahkan tanah penutup lainnya yang
sedang atau harus dikupas ke
lahan yang
telah selesai yang telah dilakukan tidak diikuti dengan usaha perbaikan tanah,
udara, dan kondisi air (Katili,1983 : 149).
Hasil penelitian pada 8 titik penambangan menunjukkan bahwa
upaya yang dilakukan masyarakat dalam usaha perbaikan dampak penambangan batu
kapur di Kecamatan Nusa Penida sudah dilaksanakan tetapi masih jauh dari
harapan. Hal-hal yang dilaksanakan adalah : 1).
Reklamasi/penimbunan lubang bekas tambang, 2). Perbaikan kondisi tanah. Usaha
perbaikan dampak penambangan di Kecamatan Nusa Penida masih tergolong rendah,
karena upaya reklamasi dari kegiatan penambangan hanya sebagian besar hanya
terkadang dilakukan. Penambang hanya kadang-kadang dalam melakukan penimbunan pada lubang
bekas tambang, dan hanya menggunakan tanah bekas galian tanpa ada usaha untuk
mendatangkan dari tempat lain., sedangkan lahan yang ditambang cukup luas.
Setelah selesai melakukan penambangan tanah penutup tidak segera diolah atau
dikembalikan, sehingga menjadi pencemaran pada tanah sekitar areal tambang.
Tinggi atau rendahnya dampak penambangan batu kapur umumnya
akan mempengaruhi usaha perbaikan kondisi lingkungan abiotik. Usaha perbaikan
kondisi morfologi sebagian besar penambang batu kapur di Kecamatan Nusa Penida
kurang melakukannya. Kurangnya usaha perbaikan yang dilakukan dapat dilihat
dari banyaknya lubang bekas tambang seperti teras-teras bukit yang gersang dan terlantar serta
lubang bekas tambang yang menganga di Kecamatan Nusa Penida. Penimbunan lubang
bekas tambang hanya terkadang dilakukan dan hanya menggunakan tanah bekas
galian tanpa ada usaha untuk mendatangkan dari tempat lain. Kendala utama yang
dihadapi masyarakat adalah biaya penimbunan lahan yang banyak mengingat lahan
yang ditambang cukup luas.
Pada satu sisi dampak penambangan batu kapur terhadap
lingkungan abiotik cukup dirasakan, tetapi tidak diikuti dengan usaha untuk
memperbaiki keadaannya. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kondisi
lingkungan abiotik karena orientasi masyarakat setempat adalah pertambangan
yang mementingkan hasil dari penambangan, tetapi tidak menyisihkan dana yang
cukup untuk memulihkan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan peambangan yang
dilakukan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat
ditarik kesimupaln sebagai berikut : 1). Penambangan batu kapur di Kecamatan
Nusa Penida dilakukan dilahan milik sendiri dengan intensitas penambangan yang
tidak sepenuhnya dilakukan setiap hari, dan hanya menggunakan peralatan yang
sederhana. Namun demikian, tidak diimbangi dengan nilai ekonomis dan
pemasarannya walaupun sudang didukung transportasi yang memadai, 2). Dampak
penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida terhadap kondisi morfologi
tergolong masih rendah. Dampak penambangan terhadap lingkungan abiotik
dikatakan masih tergolong rendah disebabkan belum melebihi batas maksimal
aturan yang ada yaitu kedalamannya kurang 10 meter. Sistem penambangan batu kapur
tipe teras yang diterapkan menyisakan lahan pasca tambang berupa lubang-lubang yang hanya memiliki kedalaman 4 m dan
luas rata-rata 4 m2, 3). Upaya perbaikan yang dilakukan masyarakat dalam usaha
perbaikan dampak penambangan batu kapur di Kecamatan Nusa Penida hanya sebagian
kecil penambang yang melakukan usaha perbaikan dampak akibat penambangan batu
kapur. Usaha perbaikan kerusakan lingkungan abiotik pada masing-masing titik penambangan disebabkan kesadaran
penambang yang berbeda-beda. Secara keseluruhan, upaya perbaikan
kerusakan lingkungan abiotik masih tergolong kurang karena orientasi masyarakat
setempat adalah pertambangan yang mementingkan hasil dari penambangan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Katili. 1983. Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan Nasional.
Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Sukandarrumidi. 1997. Bahan Galian Industri.
Yogyakarta : UGM University Press.
Supardi. 1984. Lingkungan Hidup Dan Kelestariannya.
Bandung: Alumni.
Suparni, Niniek. 1992. Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika.
Komentar
Posting Komentar